RSS

FAMODYA (Part 10)

21 Aug

Bel rumah Adya berbunyi dan Abay membukakan pintu rumahnya. “Eh akhirnya lo dateng juga. Ayo masuk!” Sapanya kepada si tamu.

Sorry ya agak telat datengnya. Tadi anter Keira kerumanya dulu,” tutur si tamu yang tidak lain adalah Lefard.

“Lo mau minum apa?” Tanya Abay saat berada diruang tamu.

“Ah, nggak usah repot-repot!”

“Lho kok gitu? Wajar lah, lo kan tamu,” Abay berbasa-basi.

“Apa aja deh,” jawab Lefard meringis.

“Bentar ya!” kemudian Abay kedapur untuk mengambil sesuatu. “Ini aja ya!” Abay menghidangkan minuman kaleng dimeja ruang tau.

“Ya ampun Bay, santai aja sih. Kaya gue tamu penting aja deh!”

“Yaudah nggak apa-apa. Oiya maksud lo mau bantu Adya disini apa sih?” Tanya Abay serius.

“Jujur, gue prihatin banget ngeliat keadaan Adya, Bay. Gue ngerasa, gue yang buat dia sedih,” jawab Lefard yang juga ikut serius.

“Maksud lo?”

Lefard pun menceritakan dari awal sampai akhir perbuatannya untuk Adya. Mulai dari mengikuti gerak-gerik Edhu ke diskotik hingga menshot foto Edhu dan Naomi didalam diskotik dan hotel hingga akhirnya Adya dan Edhu putus, juga mengajak Adya tanding dengannya hingga akhirnya Adya harus bertemu dengan Darus yang tidak lain adalah teman Edhu dan Naomi saat mereka hang out didiskotik.

“Tunggu-tunggu deh!” Seru Abay memotong pembicaraan Lefard. “Terus semua maksud lo itu buat apa?”

“Supaya Adya tau kalo Edhu itu sebenernya nggak sayang sama dia dan selingkuh dibelakang dia.”

Mendengar pernyataan yang dituturkan Lefard, Abay mengerutkan jidat. Sebegitu perhatiannya dia sama Adya? Padahal tiap Adya cerita sama gue, pasti dia ceritain kalo Lefard itu orang paling menyebalkan, gumam Abay dalam hati.

“Maka dari itu Bay, ngeliat keadaan Adya kemaren, gue jadi mau bantu dia buat bangkit dan nggak harus berlarut-larut dalam kesedihan.”

Abay mengangguk-angguk tanda mengerti. “Terus lo mau buat apa untuk ade gue?”

“Kalo boleh, sore ini gue mau bawa Adya keluar. Ada sesuatu yang mau gue kasih tau sama dia.”

“Emang lo mau ajak kemana?”

“Kesuatu tempat dimana tempat itu bisa buat Adya lebih baik. Lo khawatir ya Bay? Tenang aja Bay, gue nggak bawa dia ketempat yang aneh-aneh kok. Niat gue dari awal baik.”

Mendengar tekat Lefard yang begitu besar, Abay mengizinkan Lefard untuk membawa Adya sore ini. “OK. Gue kasih kepercayaan sama lo buat bantu Adya. Mudah-mudahan niat lo ini berhasil dan bikin Adya kaya dulu lagi! Sekarang kita langsung kekamar Adya aja, terus lo yang bujuk dia supaya dia mau ikut sama lo sore ini, tapi kalo dia nolak gue harap lo jangan paksa dia!”

Lefard menganggukan kepalanya tanda setuju.

Mereka akhirnya berdiri dari duduknya dan bergegas kekamar Adya. Sesampainya didepan pintu kamar Adya, Abay membuka pintu kamar Adya. “Semoga berhasil ya Le!” Abay memberi semangat kepada Lefard sebelum akhirnya Lefard masuk kekamar Adya.

Perlahan langkah Lefard mendekati Adya yang berada disamping tempat tidur. “Ad!” Sapa Lefard ragu saat mendekati Adya.

Adya tidak memalingkan kepalanya saat dirinya mendengar ada seseorang sedang menyapanya.

Melihat respon Adya yang masa bodo dengan dirinya, Lefard memajukan lagi langkahnya hingga dirinya berdiri disamping Adya. “Hai Ad! Apa kabar!” Lefard masih berbasa-basi memancing Adya untuk bicara.

Namun apapun caranya, Adya masih tetap diam dengan posisinya, duduk selonjor disamping tempat tidurnya sambil memangku laptopnya dan memandangi foto-foto dirinya dengan Edhu.

Lefard makin mendekati Adya, dirinya kini duduk disamping Adya dan ikut memandangi foto-foto yang ada didalam laptop. “Foto-foto lo sama Edhu banyak dan seru-seru ya Ad,” tutur Lefard mengisi kekosongan diantara mereka.

Adya masih tidak menghiraukan omongan Lefard.

“Lo kangen ya Ad sama Edhu?”

“…”

“Tapi lo harus terima kenyataan kalo Edhu itu udah nggak ada Ad!”

“…”

“Lo sadar nggak lo udah nggak masuk sekolah berapa hari?”

“…”

Lefard diam sebentar. Dirinya merasa seperti orang yang sedang ngomong sendiri tanpa ada yang menghiraukan dia. Matanya sedikit melirik wajah Adya dan kemudian membuka pembicaraan kembali. “Ad, lo mau ikut gue nggak?” Tanya Lefard penuh semangat agar Adya peka.

“…”

“Gue mau ngajak lo ketempat yang bisa bikin lo lebih nyaman. Gue yakin pasti lo bete deh berhari-hari disini terus.”

“…”

“Gimana Ad? Lo mau kan?”

“…”

Lefard kembali diam. Dirinya lama-lama kesal dan sudah tidak sabar dengan sikap Adya yang terus menerus diam. “Ayo Ad!” Ajak Lefard.

Adya tiba-tiba menengokkan kepalanya kearah Lefard.

Melihat reaksi Adya, Lefard bersemangat kembali untuk mengajak Adya. “Disana tempatnya indah Ad. Gue sering nuangin perasaan gue disana. Gue yakin pasti lo juga bisa, percaya deh sama gue!”

“Lo pergi! Jangan banyak ngoceh didepan gue dan jangan ganggu gue!” Tanggap Adya sekaligus seruan untuk Lefard.

Lefard menarik nafas panjang. “Please Ad please, untuk sekarang ini lo mau dengerin gue!” Lefard memohon.

“Buat apa gue kesana? Sama aja!” Jawab Adya datar.

“Sekarang gue minta lo ikut dulu. Gue ngga peduli opini lo sesudah lo gue ajak kesana. Sekarang yang gue pengenin lo ikut gue, gue mau kasih lo suasana baru Ad! Gue nggak mau ngeliat lo begini terus!”

“Ngapain sih lo peduli sama gue! Nggak usah deh lo peduli sama gue! Gue bukan siapa-siapa lo!” Jawab Adya masih dengan nada yang datar.

“Kalo orang ngeliat keadaan lo kaya gini mana ada sih yang nggak peduli Ad! Lo sedih tapi berlarut-larut!”

”Itu sih hak gue. Lo nggak usah ikut campur!”

“Nggak usah ikut campur kata lo? Terus apa tega gue liat lo kaya gini?”

“Oh jadi lo kasihanin gue?” Tanya Adya dengan nada meninggi. “Gue nggak perlu belas kasih lo, mendingan sekarang lo pergi dan jangan ganggu-ganggu gue lagi!!!” Seru Adya ketus.

“Ad sorry-sorry, gue nggak bermaksud kayal gitu. OK, gue bener-bener minta maaf kalo omongan gue tadi bikin lo kesel. Tapi untuk kali ini lo turutin permintaan gue Ad!” Tekan Lefard.

Adya terdiam.

Lefard menggeser posisi duduknya didepan tubuh Adya. Dirinya menatap mata Adya hingga membuat Adya terasa diperhatikan olehnya.

Wajah Adya pun menengadah dan membalas tatapan Lefard.

Please Ad!!” Harap Lefard sambil memasang tampang melasnya didepan Adya.

Adya berdiri dari duduknya dan berjalan keluar dari kamarnya.

Lefard bingung dengan reaksi Adya, namun setelah diikuti, ternyata Adya keluar duluan menuju garasi tempat Lefard memarkirkan mobilnya. Melihat Adya menerima ajakkannya, Lefard langsung memberi tahu Abay dan sekaligus pamit untuk membawa Adya pergi sore itu. Saat dirinya masuk mobil, Adya sudah duduk disampingnya. “Pakai sabuk pengamannya Ad!” Seru Lefard membuka pembicaraan mereka.

Mobil lefard pun melaju menuju tempat yang sudah ia rencanakan. Selama perjalanan, Lefard memilih diam daripada nanti ia bicara kemudian salah kata dan membuat Adya panas. Mobilnya kemudian berhenti disuatu tempat.

“Kita udah sampe Ad. Kita turun yuk!” Seru Lefard sambil mematikan mesin mobilnya.

Adya melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Mata Adya menari keatas kebawah melihat tempat yang ditunjukkan Lefard.

“Kita jalan kedepan sana ya, pelan-pelan juga nggak apa-apa!” Ajak Lefard sambil mulai berjalan. Dilihatnya jam tangan yang melingkar ditangannya. Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore, dimana sunset mulai mudah dilihat keindahannya.

Mereka berjalan terus hingga mencapai suatu tempat dimana tanah yang mereka pijak lebih tinggi dari tempat mobil Lefard parkir. Mereka akhirnya menghentikan langkahnya disana dan berdiri sambil memandangi awan yang begitu indah.

“Gimana Ad? Tempatnya enak banget kan?”

Adya tidak menghiraukan pertanyaan Lefard. Dirinya hanya menampangkan wajah kusutnya.

“Sunset itu indah ya Ad? Kalo kita bisa liat sesempurna ini kayanya nyaman dan tenang banget,” tutur Lefard memancing-mancing agar Adya mau berbicara dengannya.

Namun Adya masih berdiri diam dari tempatnya.

Semakin sore hari, angin yang berhembus semakin kencang menusuk hati mereka.

“Liat deh Ad, langitnya mulai memerah, angin juga semakin kenceng. Lo ngerasa nyaman nggak disini?”

“…”

“Ini tuh tempat favorit gue sama seseorang Ad.”

Mendengar perkataan Lefard yang terakhir, Adya mengalihkan pandangnnya kearah Lefard dan wajahnya mengisyaratkan bahwa ia bertanya tentang perkataan Lefard barusan.

“Seseorang yang berharga banget buat gue Ad. Perasaan gue ke dia sama kaya perasaan lo ke Edhu. Sayang banget sama dia,” Lefard melanjutkan ceritanya kemudian memotong ceritanya sebentar untuk melihat reaksi Adya, apakah masa bodo dengan ceritanya atau antusias untuk mendengarkannya.

Adya terus memandang Lefard dan memasang wajah yang penuh penasaran dengan cerita Lefard.

Melihat respon Adya yang positif, Lefard melanjutkan ceritanya. “Gue deket banget sama dia Ad, dan dia perhatian banget sama gue. Dulu kita sering habisin waktu sore disini sambil makan es krim, mainan kincir angin atau mainan layang-layang disini.

“Dulu?” Tanya Adya heran. “Emang sebelumnya lo pernah tinggal disini?”

Lefard meringis tipis. “Ya iyalah. Kalo nggak, nggak mungkin gue bisa lancar ngomong bahasa indonesia.”

“Terus!” Seru Adya bertandakan dirinya penasaran dengan sepenggal cerita pembuka Lefard.

“Ya seperti apa yang gue bilang tadi Ad. Ini tempat favorit sekaligus bersejarah buat gue. Disini banyak banget kenangan gue sama dia.”

“Cewek lo?” tebak Adya.

Lefard yang tadinya berdiri langsung duduk saja diatas tanah yang ditumbuhi rumput-rumput pendek untuk melanjutkan ceritanya. “Bukan,” jawabnya.

Adya yang tadinya juga berdiri mau tidak mau ikut duduk demi mendengarkan kelanjutkan cerita Lefard yang membuat hatinya penasaran.

Lefard membuka dompetnya dan mengeluarkan selembar foto kemudian ditunjukkan ke Adya. “Dia itu kakak gue, kakak kandung gue dan satu-satunya saudara yang gue punya selama gue hidup didunia ini. Cuma dia yang sayang banget sama gue, perhatiin gue saat orang tua gue sibuk sama urusan mereka masing-masing, cuma dia yang tau perasaan gue dan bisa menghibur gue hingga akhirnya gue tau tempat ini.” Lefard menghentikan ceritanya sejenak dan memandang Adya.

Adya masih memerhatikan foto yang ditunjukki Lefard. Selembar foto ukuran dompet dimana gambar Lefard yang masih menggunakan seragam putih biru yang disampingnya sesosok perempuan cantik tersenyum ceria dengan rambut sebahu merangkulnya. “Lo SMP disini?”

“Ya. dari gue lahir gue tinggal disini. Gue tinggal di New Zealand saat gue kelas dua SMP.”

“Kayanya dia sayang banget ya sama lo,” tutur Adya yang semakin menyimak cerita Lefard.

“Gue kan udah bilang. Cuma dia yang sayang dan perhatiin gue dibanding yang lain. Gue juga pernah ngerasain masa-masa kaya lo Ad, gue nggak bisa terima kalo dia harus ninggalin gue dan nggak akan balik lagi buat jadi kakak gue.” Lefard pun semakin larut dengan ceritanya. Dirinya perlahan-lahan menceritakan tentang dirinya dan kakak perempuannya yang bernama Neyza. “Dia itu jago lukis dan dia tahu tempat ini saat dia kepepet cari obyek lukisan buat lomba seni rupa disekolahnya. Akhirnya dia ajak gue kesini dan sering ajak gue kesini untuk sekedar main-main dan curhat tentang dirinya, walaupun dia tau kalo gue ini cowok dan masih kecil buat diajak curhat,” tukas Lefard sambil meringis. “Keadaan keluarga gue waktu itu kacau. Nyokap dan bokap gue nikah muda, tapi tiba-tiba setelah nyokap gue ngelahirin gue pikirannya berubah, dia jadi nyesel nikah muda sama bokap gue. Dia ngotot mau ngelanjutin sekolahnya dan wujudin cita-citanya yang terputus karena nikah sama bokap gue. Bokap gue ngelarang keinginan nyokap gue, karena bokap gue yakin masih bisa ngurus keluarga tanpa harus buat nyokap gue kerja, bokap gue cuma mau nyokap gue sebagai istri dan ibu yang baik dan nggak harus menjadi wanita karir yang setiap waktu berada diluar rumah. Namun keputusan bokap gue ditentang nyokap gue dan nyokap gue memilih kabur untuk ngikutin maunya dan ninggalin keluarga, termasuk gue dan kakak gue. Dari situ keluarga gue ancur, bokap gue semakin memforsir tubuhnya buat ngidupin gue dan kakak gue. Sementara nyokap gue, dia bener-bener lupa sama keluarganya saat dia udah mulai masuk kuliah. Dia jarang kasih kabar sampe buat nengok anak-anaknya aja nggak, padahal gue masih kecil. Waktu gue kelas lima SD bokap ajak gue dan kakak gue tinggal di New Zealand soalnya bokap gue harus terusin perusahaan omnya disana. Belum lama tinggal disana, bokap kena stroek karena ngedenger nyokap gue nikah lagi di Jakarta sama pengusaha kaya. Ngeliat keadaan bokap yang parah, kakak gue berniat balik lagi ke Jakarta buat ketemu nyokap dan kasih tau tentang keadaan bokap. Kita pun balik lagi ke Jakarta dan sekolah disini. Kita disini tinggal berdua, bertiga bareng sama mang Jajat.”

Tanpa terasa hari mulai gelap.

“Duh udah jam berapa nih,” tukas Lefard yang memotong ceritanya untuk melihat jam. “Udah jam setengah tujuh!” tuturnya. “Ad, kita harus pulang!”

“Pulang? tapi kan lo belum selesain cerita lo.”

“Iya, tapi gue tadi udah janji sama Abay bawa lo pulang jam enam. Sekarang aja udah telat, belom lagi perjalanan dari sini kerumah lo.”

“Terus cuma gini aja cerita lo?”

Lefard meringis. “Emang lo mau tau kelanjutan cerita gue yang tadi?”

“Ya iyalah. Gue kan udah terlanjur nyimak!”

Melihat tanggapan Adya, hati Lefard tersenyum. Dirinya senang karena berhasil membawa Adya ke tempat ini dan bisa dengan perlahan merubah sikap Adya. “Kita lanjutin besok lagi aja, gimana?” Tawar Lefard.

Adya pun terdiam.

“Kenapa? Lo nggak mau?”

“…”

“Udah besok aja, sekalian kita bisa liat sunset lagi, gimana?”

Adya mengangguk menerima tawaran Lefard.

Mereka pun berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan tempat itu untuk memasuki mobil dan berjalan pulang kerumah Adya.

***

Sorry Bay, gue pulangin Adya malem,” tutur Lefard kepada Abay yang membukakan pintu untuknya dan Adya.

Adya langsung melengos saja masuk rumah dan langsung naik kekamarnya.

Mata Abay mengikuti langkah adiknya itu. “Nggak apa-apa kok. Gimana? Ada perkembangan?” Tanyanya setelah melihat Adya yang masih sama keadaannya dari yang sebelumnya.

“Aduh, karena ini salah satu misi jadi gue belum kasih tau dulu perkembangannya ya, hehehe…”

“Ah, lo bercanda aja!” sahut Abay setelah mereka berdua berada diruang tamu.

“Pokoknya lo tenang aja dan kasih kepercayaan ke gue buat bantu Adya. Besok gue ajak dia lagi ya.”

“Besok lagi?”

“Iya lah Bay.”

“Tapi tadi gue liat nggak ada perkembangannya Le?”

“Bertahap lah Bay. Adya depresi berat, jadi harus pelan-pelan.”

“Yaudah atur aja deh Le! Kalo lo sendiri udah yakin, gue ikut dukung lo demi kebaikan Adya.”

“OK.Oiya Bay, kayaknya udah malem nih, gue pamit pulang ya! Pamit Lefard.

“Lo hati-hati ya Le!”

“Yoi.” Lefard pun menyalakan mesin motornya dan berjalan pulang menuju rumahnya.

***

“Hm…nggak sabar liat Adya duduk lagi disitu,” gumam Lefard yang memandangi tempat duduk Adya dari tempat duduknya.

“Dor!” Keira mengacaukan pandangannya. “Pagi-pagi udah bengong aja lo sambil mangku dagu.”

“Hehehe…nggak kok gue nggak bengong. Gue cuma lagi ngebayangin aja kapan Adya duduk dibangku itu lagi,” tukas Lefard.

“Oh,” tanggap Keira dingin. “Kangen nggak ribut sama dia?”

“Nah itu dia Ke!” Tanggap Lefard penuh semangat. “Gue emang udah lama nggak ngedenger Adya berkoar-koar dikelas.”

“Oh,” tanggap Keira sekali lagi dingin. “Hm… pagi-pagi udah mikirin Adya aja,” gumam Keira.

Sesuai jadwal, hari rabu kelas IPA I pulang jam empat sore.

Keira memerhatikan sikap Lefard yang terburu-buru. “Mau kemana sih lo ribet banget deh kayanya beresin buku?”

“Ya mau pulang lah,” jawab Lefard masih sibuk membereskan buku-bukunya masuk kedalam tas ranselnya.

“Kok tumben nafsu amat Le?” Tanya Keira curiga.

“Iya. Gue cape dan ngantuk jadi pengen buru-buru pulang, pengen tidur.”

Keira menerima alasan Lefard setengan percaya.

“Yaudah ya Ke gue pulang duluan, da!” Seru Lefard setelah barang-barangnya rapi masuk ransel dan berpamitan dengan Keira.

Lefard-lefard. Kok gue bisa suka ya sama lo, padahal lo cueknya ampun-ampunan deh, tukas Keira lemas dalam hati sambil berjalan dikoridor sekolahnya.

***

Tin..tin..! terdengan suara klakson dari depan rumah Adya yang tidak lain suara klakson mobil Lefard. Abay yang sudah mengetahui langsung menyambut Lefard dan mempersilahkannya masuk.

“Duh kesorean nih, tadi dijalan macet,” tutur Lefard.

“Ah lo cuma telat lima belas menit kok Le.”

“Tapi tetep aja judulnya telat, duh jadi nggak konsisten deh.”

Mendengar perkataan Lefard yang tadi, Abay mengingat sesuatu akan cerita adiknya Adya yang dulu juga pernah diceramahi seperti itu karena Adya telat datang latihan taekwondo. “OK, silahkan lo bawa ade gue Le!” Seru Abay.

“Untuk kedua kalinya nih gue minta izin ya Bay sama lo buat bawa Adya keluar rumah.”

“Iya, gue percaya sama lo!” Abay menepuk punuk Lefard.

Mereka berdua pun akhirnya naik kekamar Adya. Mereka berdua memasuki kamar Adya dan terkejut melihat keadaan didalam kamar Adya.

“Yaampun Adya!” Abay sangat kaget melihat situasi kamar Adya. Situasi yang seminggu belakangan ini sangat berantakan tiba-tiba rapi dan wangi. Langkah Abay terus memasuki kamar Adya. Didengarnya suara air shower dari kamar mandi Adya. Dirinya pun dapat menyimpulkan bahwa adiknya sedang mandi.

Lefard dengan spontan mengikuti Abay masuk kekamar Adya dan bertanya kepada Abay, “kenapa Bay?”

“Kenapa? Lo nggak liat ada yang berubah dikamar ini?” Abay bertanya balik.

“I..iya, gue liat.”

“Lo nggak kaget? Lo kemaren juga kesini kan? Tapi keadaan kemaren nggak kaya gini kan?”

“I..iya,” jawab Lefard heran.

Abay tersenyum bahagia ke arah Lefard. “Lo jampe-jampein apa ke adek gue sampe dia bisa berubah dalam waktu satu hari?”

Lefard tambah dibuat heran dengan pertanyaan Abay. “Gue nggak ngapa-ngapain dia kok Bay.”

Abay meringis. “Apa? Nggak? Nggak mungkin lah. Buktinya Adya sampe kaya gini.”

“Ih lo nggak percaya Bay?”

“OK..OK, whatever lah mungkin lo nggak mau kasih tau dulu. Kan lo bilang missi lo belum selesai.”

Mendengar pernyataan Abay, Lefard memilih diam dan menjawab dengan senyuman. Jampe-jampe? Gila… si Adya kan nggak gue apa-apain, tapi nggak apalah yang penting Adya udah mendingan dan Abay seneng, tukas Lefard dalam hati.

“Yaudah kita keluar aja yuk! Bentar lagi Adya keluar dari kamar mandi, dia pasti kaget kalo kita ada disini nanti disangkanya kita ngintip dia lagi. Lo nggak tau dia ratu tonjok?” Canda Abay.

Lefard meringis sambil berjalan keluar kamar Adya.

“Lo tunggu aja disini dulu, sambil nunggu Adya selesai mandi dan gue ngomong sama dia. Oiya dia tau kalo lo hari ini mau dateng?”

“Kemaren sih gue bilang kalo hari ini gue mau ngajak dia lagi, tapi gue nggak tau dia fokus nggak sama omongan gue.”

“Yaudah nanti gue aja yang ngomong.”

Setelah menunggu kira-kira lima belas menit diruang tamu, Lefard melihat Abay menuruni tangga. “Gimana?” Tanya lefard sigap.

“Tenang aja, dia inget kok. Bentar lagi juga dia turun. Sorry ya bikin lo lama nunggu.”

“Ah… nggak apa-apa kali Bay.

“Lo udah lama dateng?” Tanya seorang perempuan dibelakang Lefard.

Lefard yang mendengar pertanyaan itu kaget dan langsung membalikkan tubuhnya kebelakang. Betapa kagetnya Lefard melihat perempuan yang menyapanya itu. “Adya!!!” respon Lefard tidak percaya melihat kondisi Adya yang sekarang dibandingkan kondisinya kemarin.

“Yuk!” Seru Adya walaupun masih datar.

Lefard langsung menebarkan senyum sumringahnya dan bergegas memboyong Adya ketempat mereka kemarin menghabiskan waktu sore. “Gue berangkat dulu ya Bay!”

“OK, titip ade gue ya Le!”

“Yoi,” jawab Lefard sambil berjalan ke garasi.

“Hai Ad apa kabar lo? Wah keliatan fres banget deh lo hari ini,” sapa Lefard saat dirinya memasuki mobil dan hendak memakai sabuk pengaman.

Adya yang masuk mobil lebih dahulu hanya diam.

Sambil memasang sabuk pengaman, sesekali Lefard melirik Adya dari samping. Dilihatnya wajah Adya yang berseri dan bersih walau tanpa polesan make-up, dilihatnya pula pakaian yang Adya pakai, sudah mulai rapi dan normal. Sudah tidak pakai kemeja hitam dan jeans hitam lagi seperti kemarin.

“Kita berangkat sekarang ya!” tutur Lefard sambil menghidupkan mesin mobilnya.

Sebenarnya keadaan Adya belum bisa dikatakan normal kembali namun hanya ada perkembangan. Sepanjang perjalanan Adya masih mengunci mulutnya untuk berbicara kepada Lefard maupun menjawab pertanyaan-pertanyaan ringan yang Lefard lontarkan hingga tiba ditempat kemarin mereka menghabiskan waktu sore.

“Kita udah sampe nih Ad, turun yuk!”

Adya membuka sabuk pengamannya dan membuka pintu mobilnya. Sambil menunggu Lefard keluar dari mobil, Adya berdiri tegak didepan mobil sambil menghirup udara sore ditempat itu.

“Seger banget kan udaranya? Gue yakin lo sebelumnya belum pernah hirup udara seger ini di Jakarta,” tukas Lefard dari belakang tubuh Adya membuka keheningan.

Adya masih menikmati segarnya udara sore ditempat itu. Sesekali ia menghirup dan melepaskan napas panjang sambil memejamkan matanya. Sela beberapa menit, Adya menanggapi kata-kata Lefard. “Ayo dong cerita lo lanjutin lagi!”

Mendengar seruan Adya, Lefard langsung tersentak dan semangat untuk memulai cerita. “Oh iya gue sampe lupa, gue kan ajak lo kesini buat terusin cerita gue yang kemarin ya,” tanggap Lefard sambil meringis. “Hm…tapi kayaknya tempatnya kurang nyaman deh, kita disana aja yah sambil duduk kaya kemarin!” Ajak Lefard ketempat kemarin dirinya bercerita dengan Adya.

Setelah keduanya duduk, Lefard melanjutkan ceritanya, “kemarin gue cerita sampe mana sih Ad?” Pancing Lefard.

“Lo gimana sih, kok malah Tanya gue. Wah…masih muda udah pikun,” jawab Adya.

Mendengar protesan Adya. Lefard tertawa meringis. “Beneran gue lupa, gara-gara tadi ada quis Ad,” jawab Lefard membela diri.

“Alesan. Terusin kenapa kakak lo bisa ninggalin lo!”

“Oh yang itu. Iya..iya gue baru inget. Hm…” Lefard menarik nafas panjang “Gara-gara kakak gue mulai jatuh cinta Ad.”

Adya semakin menyimak cerita Lefard.

“Gara-gara kakak gue mulai menyukai seorang laki-laki yang namanya Iyan. Iyan itu kakak kelas dia. Waktu kakak gue kelas dua SMA Iyan kelas tiga SMA.

Adya mengerutkan dahinya.

“Gara-gara cinta buta Ad, nyawa kakak gue melayang,” jawab Lefard sedikit emosi.

Adya yang melihat raut wajah Lefard terpaksa tidak berani memotong ceritanya. Dirinya hanya sigap memasang wajah yang serius menyimak cerita dari Lefard.

“Neyza ditaksir sama Iyan waktu dia kelas dua SMA. Iyan seorang cowok yang lumayan ganteng , tenar, tinggi dan tim softball disekolahnya. Gimana Neyza nggak jatuh cinta ngeliat dia. PDKT kira-kira tiga hari akhirnya mereka jadian dan semua anak-anak disekolah Neyza mengetahui hubungan mereka. Awalnya cowok itu emang keliatan baik-baik, penampilannya sopan dan ramah sama gue dan mang Jajat tapi semakin lama jadi bius buat Neyza. Neyza mulai ketergantungan, bilang nggak mau kehilangan dia dan nggak mau pisah sama dia. Dari situ gue mulai nggak suka sama Iyan, tiga bulan setelah mereka jadian, Iyan jarang dan mungkin nggak sama sekali muncul ke rumah kalo mau jemput Neyza jalan, tapi Neyza tetep aja belain dia. Neyza mulai pulang larut malam, tengah malam sampe pagi atau malah nggak pulang. Sampe akhirnya gue ngeliat Neyza pulang sekolah nangis, dan gue nggak tau apa penyebabnya. Neyza sifatnya jadi berubah 180 derajat, dia jadi arogan, pendiem, natap orang sadis sampe dia natap gue juga kayak gitu. Sebagai adik gue nggak bisa ngeliat keadaan kakak gue kayak gini, akhirnya gue cari tau tiap pulang sekolah, gue luangin waktu untuk kesekolah kakak gue. Sampai pada suatu hari gue dateng, pas banget kelas kakak gue selesai. Gue ikutin kakak gue pake motor dari belakang. Taksi yang anter kakak gue berenti disebuah diskotik. Sumpah Ad, gue kaget setengah mati kakak gue masuk kesana, habis itu kakak gue masuk bukan dengan pakaian seragam lagi melainkan pakaian minim yang bisa bidilang seksi dan mengundang gairah laki-laki yang memandang tubuh kakak gue. Kakak gue langsung masuk ke diskotik itu Ad.”

“Gue potong dong! Kakak lo keluar dari taksi udah pake pakaian kayak gitu? Berarti dia ganti baju didalam taksi dong?” Potong Adya.

“Sepertinya begitu,” jawab lefard.

Adya mengangguk mengerti. “Terus!” Serunya untuk melakjutkan cerita.

“Gue jadi benci sama kakak gue setelah gue ngikutin dia sampe diskotik. Gue seakan udah ngerasa nggak punya kakak lagi. Sehabis kejadian itu juga, kakak gue jadi jarang pulang ke rumah. Sampe pihak sekolahnya telepon ke rumah gue buat nanyain kabar kakak gue karena udah tiga hari nggak masuk sekolah. Kabar itu bikin panik satu rumah. Gue dan mang Jajat berusaha nyari dia tapi tetep aja hasilnya nihil. Gue dan mang Jajat nggak nemuin dia. Sampe malemnya kakak gue yang pulang sendiri kerumahnya. Dia pulang hampir jam 2 pagi, ngamuk-ngamuk sambil mabok dan muntah-muntah dirumah. Satu hal yang gue inget banget, dia ngomong “Iyan bajingan”. Sepulangnya kakak gue kerumah, gue care lagi sama dia, walau keadaan dia nggak baik.”

“Keadaannya nggak baik kenapa?” Tanya Adya penasaran karena Lefard memutuskan ceritanya.

“Iya,” Lefard melanjutkan ceritanya. “Sepulangnya kakak gue kerumah, dia kayak orang deperesi, dikamar terus, nggak ngelakuin apa-apa, nggak sekolah, nggak mandi, cuma bengong dan kadang-kadang ngamuk sendiri dikamarnya. Apa barang yang dia liat, dia lempar. Dia juga sering ngos-ngosan kayak orang kecapean.”

“Dia lama kayak gitu?”

“Dua hari sikap dia kayak gitu dan besok sorenya dia keluar rumah.”

Adya mengerutkan alis, didalam hatinya bertanya-tanya pergi kemana kakaknya Lefard.

“Dengan pakaian awut-awutan kakak gue keluar rumah. Gue belom pulang dari latihan taekwondo dan mang Jajat nggak bisa ngelarang kakak gue keluar.”

“Dia kemana?”

“Nyari Iyan. Karena Iyan tiba-tiba ilang.”

“Lo tau Kenapa dia nyariin Iyan?”

“Pertama emang gue nggak tau tapi akhirnya gue tau sendiri. Gue nemuin testpack didalam kamar kakak gue. Gue liat ada tanda garis dua dibatangnya yang dulu gue nggak tau apa artinya. Gue coba tanya ke mang Jajat dan mang Jajat blak-blakan ngomong sama gue kalo kakak gue hamil. Dan setelah gue tau, gue semakin muak sama Iyan.”

Adya memandang Lefard iba, namun kali ini ia tidak berpendapat apa-apa.

“Gue langsung cari kakak gue, gue ngerasain perihnya hati kakak gue. Gue terus cari sampe tempat terakhir disini,” Lefard menghentikan ceritanya.

Adya memandangi Lefard dengan paras bingung. “Disini?”

Lefard tersipu. “Kan kemarin gue bilang tempat ini berkesan banget buat gue dan kakak gue.”

“Iya sih,” jawab Adya ikut meringis. Terus?”

“Disini gue ngeliat kakak gue ngebuang batu-batu kecil kebawah. Gue samperin aja kakak gue, yah..walau responnya nggak memuaskan.”

“Emang gimana respon kakak lo?”

Lefard tersenyum tipi. “Dia jutek sama gue dan nggak biasanya sikap dia gitu sama gue, tapi gue berani-beraniin untuk ngajak ngomong dia. Biasanya kalo kita udah ada disini semuanya kita lupain tapi waktu itu nggak, sebenernya gue bisa baca perasaan dia tapi situasi saat itu gue nggak terlalu bisa maksa dia buat cerita, hanya gue berusaha buat tenangin dia aja.”

“O…jadi itu ceritanya,” tanggap Adya.

Lefard menjawab dengan senyuman tipis. “Boleh kan gue certain masa-masa gue sama kakak gue?”

Adya meringis, ia menganggukan kepalanya.

“Besoknya ada kejadian yang nggak bisa gue lupain Ad.”

“Apa?” Tanya Adya semangat.

Lefard menarik nafas panjang. “Mengagetkan sekaligus menyedihkan buat gue,” lanjut Lefard yang perlahan-lahan matanya mulai berkaca-kaca dan suaranya mulai bergetar. “Gue liat kakak gue tewas gantung diri didalam kamar, bukan gitu aja sebelum dia gantung diri dia juga nyuntik dan sempat bunuh diri dengan menyilet nadi di pergelangan tangannya”, tutur Lefard dengan suara agak terisak.

Mata Adya terbelalak iba. “Setragis itu Le?” Tanya Adya lirih. “Cuma karena dia kehilangan jejak Iyan?”

“Nggak seringan itu Ad,” jawab Lefard.

“Masih ada faktor lain?”

“Gue juga baru tau saat kakak gue divisum dirumahsakit. Dia nggak cuma hamil Ad, dia juga pemakai shabu dan yang lebih parahnya lagi dia posotif kena HIV AIDS.” Kali ini Lefard tidak kuasa menahan air matanya untuk jatuh kewajahnya. Dia luapkan semua ceritanya agar Adya juga ikut merasakan kesedihannya itu. “Dokter bilang kakak gue depresi.”

Adya tidak berkomentar sama sekali. Dengan waktu yang tidak terlalu lama Adya ikut hanyut dalam kesedihan Lefard. Disore itu mereka berdua larut dalam sedih bersama dan meneteskan air mata bersama.

“Sorry Ad, gue kebawa suasana,” tutur Lefard memeceah kesedihan mereka.

Adya tidak memperdulikan omongan Lefard. Dirinya masih tertunduk menangis.

Haduh mati gue, Adya sedih lagi. Gumam Lefard dalam hati setelah omongannya tidak direspon Adya. “Lo nggak apa-apa kan Ad? Maafin gue ya bikin lo sedih lagi.”

Adya langsung mengusap air matanya. “Ng…nggak apa-apa kok,” jawab Adya masih menunduk.

Mendengar jawaban Adya, Lefard menghela nafas. “Ad, gue boleh tanya sesuatu?”

“Apa?” Tanya Adya datar.

“Sampe saat ini lo masih merasa nggak ikhlas atas kepergian Edhu?”

Adya tidak langsung menjawab pertanyaan Lefard. Dirinya mengatur nafas untuk tidak terdengar terisak-isak lagi. “Enggak,” jawab Adya berat.

“Yakin Ad? Beneran?” Tanya Lefard semangat.

“Nggak mau berlarut-larut sedih, nggak mau berlarut-larut buang-buang waktu dan nggak mau berlarut-larut buang air mata gue. Capek tau!”

Lefard pun senyum tidak percaya atas perkataan Adya barusan.

“Kenapa lo senyum-senyum?” Tanya Adya melihat Lefard yang senyum-senyum sendiri.

“Eh…nggak. Gue seneng aja lo udah punya semangat lagi.”

Adya tersenyum lepas dan Lefard pun ikut tertawa lepas.

“Ih…, apa sih ikut-ikutan gue aja ketawa!” Seru Adya sambil menyenggol lengan Lefard.

“Ya seneng dong, akhirnya temen gue bisa ceria lagi.”

Temen? Dia anggap gue temen? Sumpah baru pertama kali gue denger dia ngomong kayak gitu, gumam Adya.

Seneng banget liat Adya ceria lagi. Hm…semakin nyaman gue deket sama dia. Gumam Lefard.

“Hebat!” Turur Adya tiba-tiba.

“Apa?” Tanya Lefard bingung.

“Lo hebat, lo manusia kuat.”

Lefard membalas senyuman.

Thanks ya udah beri gue motivasi baru lagi buat ngejalanin hidup gue yang kemarin sempet mati,” tutur Adya tulus.

Lefard terpaku mendengar perkataan Adya. “Semua ini gue lakuin karena gue juga pernah merasakan posisi kayak lo Ad.”

Adya tersenyum tipis mendengar respon Lefard. Makasih Lefard, gumam Adya dalam hati.

***

TIN! Klakson mobil Lefard berbunyi didepan rumah Adya. Bi Nana yang kebetulan berada diluar sedang menyirami tanaman dihalaman bergegas membukakan pintu pagar rumah Adya. “Eh Den Lefard! Masuk Den!”

“Makasih Bi. Abay dan Adya ada didalam?” tanya Lefard sambil melepas helmnya.

“Lagi pada sarapan Den, pas banget deh Den Lefard dateng jadi bisa ikut sarapan bareng,” ajak bi Nana.

“Ehm…pagi!” Sapa Lefard sesampainya ia dimeja makan.

“Eh lo Le. Sini ikut sarapan sama kita!” Ajak Abay yang saat itu sedang sibuk mengolesi selai kacang pada roti tawarnya.

“Iya, lo udah sarapan blom?” Tanya Adya yang juga sedang asyik melahap roti selainya.

Thanks banget. Tapi gue udah sarapan tadi dirumah,” jawab Lefard. “Cie…udah pake seragam nih, hari ini udah siap mau kesekolah?” Ledek Lefard kepada Adya.

Adya meringis. “Iya. Kanget sama TP, kangen sama semuaaaaaanya.”

“Pas banget dong gue dateng kesini. Kita bisa berangkat bareng.”

Adya menatap Lefard heran. “Lo ngajak gue bareng?”

“Iya,” jawab lefard pasti.

“Ketiup angin apa lo Le?” Tanya Adya heran.

“Yah cewek yang satu ini kepedean deh. Kan sekalian maksud gue, mumpung gue juga ada disini.”

Adya tertawa keras.

“Heh! Lo makan tapi ketawa kayak gitu. Keselek lo!” tegur Abay.

Belum juga satu menit Abay selesai bicara tiba-tiba adya terbatuk-batuk. “Uhuk-uhuk…”

Kali ini Lefard yang tertawa geli. “Hahaha…kualat lo!”

Adya panik dan langsung mengambil air minumnya. “Ehm…” atur Adya setelah agak redaan. “Eh Le, gue bawa motor sendiri.”

“Yakin mau bawa motor sendiri?” Tanya Abay memperhatikan Adiknya yag memulai masuk sekolah lagi.

“He-eh, gue kangen mau naik dany’z gue,” jawab Adya semangat. Saking ngefansnya Adya dengan Dany Pedrosa, Adya menamai motornya dengan sebutan “Dany’z”.

“Yaudah kalo gitu jalannya bareng sama gue!” ajak Lefard.

“Semangat amat sih lo Le,” tutur Adya risih. “Hm…gini aja lo jemput Keira aja, nanti kita ketemu disekolah. Gue mau bikin kejutan sama temen-temen gue.”

“Sok tenar lo,” tukas Lefard sambil mencibirkan bibirnya.

“Yaiyalah, siapa sih yang nggak kenal Naudya Trixytha Mahardhika? Hahaha….”

Abay mengelus-elus kepala adiknya yang sedang narsis. “Yaudah sana sarapan lo diabisin! Nanti telat lho sampe disekolah.”

Queen late,” sambung Lefard.

“Ih, bawel semua! Iya ini gue ngebut.” Tanggap adya.

***

“Hei, tumben jemput gue?” Sapa Keira yang sangat senang dijemput Lefard.

“Nggak tau nih, lagi pengen aja bareng sama lo.”

Dengan cepat senyum Keira menjadi kecut. Nggak tau? Berarti 50% niat 50% nggak dong. Dasar Lefard, sungutnya kesal dalam hati.

“Yuk naik!” Ajak Lefard.

Keira mengangguk dan langsung naik ke jok motor Lefard. Motor yang dikendarai Lefard pun berjalan hingga akhirnya sampai kesekolah mereka.

Saat Keira turun, ia tidak menyadari bahwa disebelah kanan tempat parkir motor Lefard terparkir motor yang serupa dengan warna striping orange.

“Yuk!” ajak Lefard setelah dirinya selesai melepas jaket dan memarkirkan motornya.

Keira menyamai langkah Lefard berjalan menuju kelas.

“Kangen Adya nih,” tutur Lefard yang masih sambil berjalan dikoridor kelas.

Hm…pagi-pagi udah kangen-kangenan aja. Keira geram dalam hati.

“Kangen nggak lo sama Adya?” Tanya Lefard semangat. Melihat respon Keira yang tidak langsung menjawab, Lefard mengulang kata-katanya lagi. “Kangen nggak?”

“Kangen,” jawab Keira datar.

“Kalo seandainya dia sekarang ada disini, perasaan lo gimana?”

“Gue langsung peluk dia, eh tapi sebelumnya gue mau jitak kepala dia dulu,” jawab keira semangat. Walaupun ada rasa cemburu dalam diri Keira, tetapi sebagai teman sejati dari SMP Keira merasakan kerinduan yang mendalam kepada Adya. “Ih…pokoknya pengen gue acak-acakin rambutnya, pengen gue cubitin badannya, pengen…”

“Weit…weit…sabar non sabar! Kasian anak orang diancurin gitu,” potong lefard mendengar antusias Keira.

Mereka memasuki kelas dan berjalan menuju tempat dudu mereka. Keira belum tau kalau tempat duduk Adya sudah ada yang menduduki.

“Kimia tanpa lo Ad, kayaknya nggak semangat deh gue belajar,” tutur feri yang sedang seru berbicara dengan Adya.

** To Be Continue

 

Famodya :

Part 1Part 2Part 3Part 4Part 5

Part 6Part 7Part 8Part 9Part 10

Part 11Part 12Part 13Part 14Part 15

Part 16 (END)
 

 
6 Comments

Posted by on August 21, 2011 in Cerita, Famodya

 

Tags: , , , , , , , , ,

6 responses to “FAMODYA (Part 10)

  1. Marylouise Stavrou

    August 25, 2011 at 5:42 PM

    Hi there, You have done an excellent job. I will definitely digg it and personally recommend to my friends. I am sure they will be benefited from this site.

     
  2. Paul Green

    September 18, 2011 at 3:55 AM

    If you’re serious about making money with your website, watch this free video about getting free instant targeted traffic to your site http://instanttrafficrobot2.com

     
  3. Sara

    September 19, 2011 at 8:32 AM

    Hi, watch this free video how to drove a lot of targeted visitors from free traffic sources to your sites to increase your site revenue http://rankbuilder2.net/

     
  4. Autokary Gdansk

    October 2, 2011 at 5:46 AM

    Can I simply say what a reduction to search out someone who actually knows what theyre speaking about on the internet. You undoubtedly know the way to bring a difficulty to gentle and make it important. Extra individuals have to learn this and perceive this side of the story. I cant believe youre not more in style because you positively have the gift.

     
  5. Przewozy Autokarowe Gdansk

    October 8, 2011 at 10:58 PM

    This actually answered my downside, thank you!

     
  6. Aseng Theng

    October 11, 2011 at 1:31 PM

    Really nice style and fantastic subject material , hardly anything else we want : D.

     

Leave a reply to Autokary Gdansk Cancel reply