“Lo jahat Bay!”
“Lo salah paham Ad,” Abay mencoba berbicara kepada Adya.
“Lo nggak ada bedanya sama Bunda.”
“Ad, gue sebenernya mau ngomong ini udah lama. Tapi dengan keadaan lo yang kemaren-kemaren, apa iya gue harus kasih tau lo?”
“Gue nggak apa-apa kok. Silahkan lo pergi nyusul Bunda!” Adya kemudian lari dengan cepat kekamarnya.
“Ad!” fia ikut mengejar Adya.
“Diam disana! Nggak usah ikut-ikutan deh Ka! Dasar, sama aja busuknya. Ketus Adya lalu mengunci kamarnya. Adya melemperkan tubuhnya ke tempat tidurnya sambil menangis. Beriringan dengan hal itu ponsel Adya berdering. Adya menengok siapa orang yang telah menghubunginya disaat ia sendu seperti ini. “Hallo!” sahut Adya datar setelah mengetahui orang yang menghubunginya ialah Lefrad.
“Udah sampe rumah?”
“Udah,” jawab Adya dengan suara bergetar.
Lefard menanggapi suara Adya dari seberang. “Kok suara lo aneh ya Ad?”
Adya tidak menjawab, dirinya hanya menarik nafas sehingga bunyi air yang ada didalam hidungnya terdengar oleh Lefard.
“Lo lagi nangis?” Tanya Lefard.
Adya mengulang dengan tidak menjawab pertanyaan Lefard.
“Kenapa Ad? Cerita dong!” Lefard terus berupaya.
“Gue lagi nggak suka dengan keluarga gue Le.” Akhirnya Adya menjawab pertanyaan Lefard dengan nada datar.
“Soory, tapi kalo gue boleh tau, ada apa Ad?” Lefard mencoba membujuk Adya untuk bercerita.
“Gue diboongin,” tutur Adya sambil bangun dari posisi telengkupnya. “Nggak enak kalo diomongin di telepon, kita ke tempat itu yuk!” Read the rest of this entry »